Pages

Young Entrepreneur Community

A Commnunity Of Young Entrepreneur Based On Information And Communication Technology.

Business News Community

Berita-Berita Komunitas Bisnis Entrepreneur Indonesia Berbasis IT.

Online Business Brand

Pengembangan Business Online Dengan Menjadikan Media Online (Internet) Sebagai Media Utama Dalam Bersosialisasi Dalam Hal Penigkatan Profit Demi Tercapainya Pertumbuhan Perekonomian Industri Kreatif.

Group Entrepeneur Community

Pembangunan Komunitas Entrepreneur Yang Handal Sebagai Cikal Bakal Lahirnya Industri Kreatif Yang Akan Mendorong Terwujudnya Kesejahteraan Masyarakat Sosial.

Komunitas Business Online

Pembangunan Komunitas Online yang Bergerak Pada Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Tekhnologi Informasi Yang Berbasis Internet.

Sunday 19 May 2019

Cerita Singkat Nama Tanete (Bulukumpa)

Mitos penamaan Bulukumpa pertama kali muncul pada abad ke – 16 Masehi ketika terjadi perang saudara antara dua kerajaan besar di Sulawesi yaitu kerajaan Gowa dan kerajaan Bone. Dan di batas Bukit yang bernama Karampuang. Raja Bone masih mengklaim bahwa bukit Karampuang (Wilayah ini didekat perbatasan Kab. Bulukumba dan Kab. Sinjai) mengklaim masih Bukitnya, yang merupakan barisan lereng bukit dari Gunung Lompo Battang,oleh pihak kerajaan Gowa sebagai batas wilayah kekuasaannya. Namun pihak kerajaan Bone berkeras mempertahankan sebagai wilayah kekuasaannya mulai dari barat sampai ke selatan. Berawal dari peristiwa tersebut kemudian tercetuslah kalimat dalam bahasa Bugis “Bulukumupa”, yang kemudian pada tingkatan dialeg tertentu mengalami perubahan proses bunyi menjadi “Bulukumpa”

Dan ternyata bulukumpa atau yang biasa kita sebut dengan tanete ini dulunya adalah sebuah kerajaan kecil  yang berdiri beberapa ratus tahun yang lalu.

Cikal bakal lahirnya kerajaan Bulukumpa yaitu dengan munculnya 7 Gellarang yang bersatu untuk membentuk sebuah kerajaan yaitu sebagai berikut :
1)      Gellarang Jawi – Jawi
2)      Gellarang Bulo – Bolu
3)      Gellarang Bulukumpa/ Salassae
4)      Gellarang Kambuno
5)      Gellarang Jojjolo
6)      Gellarang Balang Taroang
7)      Gellarang Bulo Lohe

Raja pertama  kerajaan Bulukumpa adalah seorang keturunan dari kerajaan Bone yang bernama “Lapatau Matanna Tikka’” yang bergelar “Karaetta’ ri Nagauleng Mangngakua Dg.Pasau

Berikut sebagian arung/raja dan pelaksana tugas kerajaan yang pernah memimpin kerajaan Bulukumpa  :

Ø  Imaddolangeng Dg. Ngilau Karaetta Hajjie

Beliau adalah arung bulukumpa yang ke 10.

Ø  Karaeng Hajji Makkarodda

Beliau adalah sulle watang( wakil arung ) dari Imaddolangeng Dg. Ngilau Karaetta Hajjie

Ø  Imannodjengi Dg. Tiro

Beliau adalah adalah arung Bulukumpa yang ke 11. Pada masa beliau menjadi raja, sektor perekonomian kerajaan Bulukumpa berkembang pesat. Karena pada awalnya sebelum beliau menjabat pada tahun 1914,belum ada persawahan di wilayah Bulukumpa. Jadi,selama ini padi yang dikomsumsi masih berupa padi darat yang kualitasnya sangat keras. Baru kemudian setelah beliau menjabat,maka diadakanlah percetakan sawah pada tahun 1918.

Ø  A. Mappi Djappu Dg. Djarre

Beliau sebernanya bukanlah Arung,melainkan hanya pelaksana tugas Arung menggantikan 
posisi arung Imannodjengi Dg. Tiro untuk sementara.

Ø  A. Abduh Syukur Dg. Pabeta ( Arung Bulukumpa Ke-12 )
Ø  H. A. Mansur Dg. Sikki

Beliau adalah kepala Distrik Bulukumpa/ Tanete. Beliau juga adalah kepala camat pertama Kecamatan Bulukumpa.
Pada masa Bulukumpa masih berbentuk kerajaan, maka yang dijadikan rumah kerajaan pada waktu itu adalah rumah setip raja yang menjabat.
Berbicara mengenai Bola Kambarae atau dalam bahasa Indonesia “Rumah Kembar”. Alasan mengapa harus rumah kembar, karena pada waktu itu kerajaan Bulukumpa dipegang oleh 2 kerajaan besar di Sulawesi Selatan, yaitu Kerajaan Bone dan Kerajaan Gowa yang silih berganti memegang tampuk kerajaan.

Sementara rumah adat Bola Kambarae yang biasa kita lihat sekarang adalah rumah kerajaan mulai dari Arung/Raja bulukumpa yang ke 11 yaitu Imannodjengi Dg. Tiro sampai kerajaan Bulukumpa menjadi sebuah kecamatan. Pembangunannya dimulai pada tahun 1919 dan baru selesai pada tahun 1923.

Arsitek  Bola Kambarae sendiri sangatlah sederhana, karena berupa rumah panggung dan hanya terdapat 2 pintu( depan dan belakang ). Setiap tangganya memiliki “tapping” atau suatu atap yang bersusun – susun dan berciri khas rumah bangsawan atau rumah karaeng dalam pandangan masyarakat. (Kata “Karaeng” sendiri berasal dari bahasa Arab ٲلگڕیم (Al Karim) yang berarti “Yang Mulia” )

Sementara untuk warna, Rumah Adat Bola Kambarae memiliki warna kuning(warna kebesaran Kerajaan Bone) yang memiliki anggapan bahwa kuning adalah warnanya Emas dan padi,yang “berarti bahwa semakin berisi semakin merunduk”. Terdapat pula sedikit garis – garis dengan warna Hijau yang disamakn dengan Petani dengan anggapan bahwa Bulukumpa memiliki kekayaan alam yang berlimpah.

Kini bola kambarae telah menjadi museum yang terletak di dekat perempatan antara jalan karet dan jalan kemakmuran.

Penulis : Muhammad Arman Kadir

Keberadaan Bahasa Konjo Di Sinjai Barat

Dalam lingkup Wilayah, sulawesi selatan sangat kaya dengan  berbagai kebudayaan,suku,adat,bahasa,agama yang berbeda-beda. Provinsi  Sulawesi selatan terdiri dari 20 kabupaten.Dalam wilayah seluas itu berbagai bahasa yang di gunakan selain bahasa indonesia seperti bahasa bugis,konjho dan lain-lain, masing-masing bahasa  memiki wilayah perselebaran tertentu.pada saat sekarang ini karena adanya interaksi manusia sebagai mahluk berbudaya setiap bahasa sudah saling mempengaruhi sehingga keaslian dari tiap bahasa sudah tidak murni lagi. Tapi keunikannya setiap bahasa memiliki ciri khas tertentu bisa di amati juga dari segi dialek atau logat pengucapan masing-masing daerah, meski bahasanya satu rumpung tapi pengucapan atau dialeknya memiliki perbedaan di tambah lagi dengan hasil perkawinan bahasa sehingga terkadang tiap bahasa daerah tertentu ada yang memiliki kesamaan dengan bahasa daerah lain.

Berdasarkan letak geografis, Kecamatan sinjai barat terletak di bagian timur Provinsi Sulawesi Selatan, dengan potensi sumberdaya alam yang cukup menjanjikan untuk dikembangkan karena termasuk wilayah pegunungan, disamping memiliki luas wilayah ±13,553 Km². Secara astronomis terletak 50 2’ 56” - 50 21’ 16” Lintang Selatan (LS) dan antara 1190 56’ 30” - 1200 25’ 33” Bujur Timur (BT). Bahasa yang digunakan didaerah ini sangat kental dengan bahasa konjho.

Berdasarkan pengertian yang bisa diambil dari arti bahasa konjho, Bahasa “konjho” disini diartikan “Disitu” atau “Disini” di ambil dari pemahaman berdasarkan bahasa makassar dan bugis bahasa konjho berarti bahasa di tempat itu, kebenaran dari asal-usul penamaan bahasa konjho sendiri belum diketahui kebenarannya secara pasti. Berdasarkan beberapa hasil penelitian bahasa konjho terbagi menjadi dua yaitu bahasa konjho pesisir dengan bahasa konjho pegunungan, pengguna bahasa konjho pesisir disini seperti daerah bulukumba dan sekitarnya, Sedangkan pengguna bahasa konjho pegunungan sendiri seperti daerah sinjai barat dan sekitarnya.berdasarkan pengamatan arah perselebaran bahasa konjho, jika bulukumba yang dikatakan ssebagai tempat bermula atau berpusat bahasa konjho maka kita dapat mengambil asumsi bahwa arah penyebaran bahasa konjho menyusuri wilayah pegunungan Sulawesi selatan hal ini karena yang dapat diamati pengguna bahasa konjho dominan dipegunungan seperti pengguna bahasa dilereng gunung bawakaraeng dan lompobattang dapat dijumpai didaerah sinjai barat dan sekitarnya termasuk sebagian dari wilayah Kabupaten Gowa yaitu daerah tombolo, kanreapia dan malino meski malino sendiri juga dipengaruhi oleh bahasa makassar. Selain itu disisi lain pegunungan bawakaraeng dan gunung lompobattang yaitu daerah pegunungan jeneponto dan  bantaeng juga selain menggunakan bahasa makassar sehari-harinya juga menggunakan bahasa konjho. Menyusur kedaerah bagian utara daerah bone dan maros menuju daerah pangkep dan berakhir di daerah barru selanjutnya mulai di dominasi oleh bahasa Toraja. Di daerah barru pengguna bahasa konjho dapat dijumpai di Desa Bulo-Bulo, Mereka menyebut bahasanya sebagai bahasa Dentong namun jika ditelisik ternyata sangat dekat dengan bahasa konjho. Berdasarkan asumsi diatas yang jadi pertanyaan kemudian mengapa bahasa ini hanya menyebar di dataran tinggi? Satu dugaan munkin karena daerah pesisir lainnya didominasi oleh bahasa makassar dan bugis. Kembali lagi kewilayah sinjai barat kendati sebenarnya penduduk sinjai barat adalah suku bugis , namun mereka menggunakan bahasa konjho sebagai bahasa sehari-hari sehingga kebanyakan meski adalah asli suku bugis tapi tid ak tahu berbahasa bugis. 
Bahasa konjho umumnya menggunakan akhiran “Do” pada penggunaan setiap kalimatnya misalnya “Battu teikintudo” artinya “Anda dari mana” . Ciri khas yang paling membedakan dari daerah asal pengguna bahasa kojho dapat kita lihat dari segi dialek atau logatnya, hal ini karena setiap daerah memiliki logat khas masing-masing. Bahkan diwilayah sinjai barat sekali pun  meski hanya merupakan sebuah kecamatan tapi didaerah ini penggunaan bahasa setiap desa memiliki logat pengucapan masing-masing, ada yang agak cepat dan ada yang agak lambat dalam pengucapannya. Perbedaan yang paling mencolok penggunaan bahasa konjho dapat di jumpai di daerah perbatasan kecamatan sinjai barat dengan kabupaten gowa yaitu didaerah tombolo dilihat dari segi logatnya jikadibandingkan dengan logat dari daerah sinjai barat itu sendiri, meski sehari-harinya sama-sama beraktivitas tapi ciri khas itu masih tetap ada..



Penulis : Farmin Gunawan
Sumber : Visasia Entrepreneur Community (VISEC)